Satu tradisi kepanduan adalah berkemah. Dalam perkemahan selalu ada api unggun. Api unggun tidak hanya sekedar penerang perkemahan atau penghangat tubuh, tetapi juga tempat cerita dipertukarkan.
Kala kepanduan di Indonesia masih belum menjadi Pramuka, dan kala masih banyak pembina yang memegang teguh tradisi Baden Powell, api unggun selalu diramaikan oleh cerita-cerita perenungan. Semua berbagi cerita dalam api unggun, hingga akhirnya Pembina membagi cerita pengalamannya yang menjadi bahan pembelajaran bagi para Pandu yang mendengarkannya.
Waktu itu, para Pembina benar-benar kaya akan pengalaman dan telah memetik banyak pelajaran berharga dalam kehidupannya. Pelajaran hidup inilah yang menjadi inti dari acara api unggun dalam perkemahan kepanduan saat itu. Pelajaran hidup ini pula yang menjadi inti dari pendidikan kepanduan saat itu.
Dari cerita-cerita api unggun itulah para Pandu mengetahui siapa diri mereka, di mana mereka saat ini, dan mengapa mereka ada di sini.
Cerita-cerita api unggun itu juga menumbuhkan cita-cita dalam diri mereka dan membakar semangat dan motivasi hidup untuk mewujudkan cita-cita itu, berapapun pengorbanannya.
Keberhasilan kaum Pergerakan memperkenalkan konsep baru Kebangsaan Indonesia di kalangan remaja dan anak-anak negeri saat itu, juga tidak lepas dari peran cerita-cerita dalam setiap perkemahan kepanduan di hari Sabtu dan Minggu.
Pada acara api unggun ini para Pembina menyadarkan bahwa kaum pribumi bukanlah kaum kuli yang lemah, miskin, dan bodoh. Kaum pribumi mampu naik derajadnya bila mau berusaha dan tidak putus asa untuk belajar dan berjuang. Semangat perjuangan inilah yang tertanam pada setiap generasi pribumi, menggerakkan semangat kebangsaan, dan akhirnya memerdekakan negeri ini dari penjajahan.
Sayang sekali, seiring dengan meleburnya organisasi-organisasi kepanduan dalam Gerakan Pramuka, tradisi kecil ini pun meredup dan tersisa sebagai sebuah acara pesta kecil perpisahan saat akhir perkemahan. Tidak ada lagi cerita yang dituturkan, tidak ada lagi pengalaman hidup yang dibagi.
Api unggun hanya tersisa sebagai acara atraksi kesenian yang penuh dengan nyanyian, sumbangan tarian, dan ditutup dengan sama-sama menyanyikan "Auld Lang Syne" atau "KEMESRAAN".
Untunglah ada pembina yang masih mempertahankan tradisi pembelajaran Baden Powell dengan cara yang berbeda. Para Pembina ini membuat sebuah Renungan Malam sebelum akhir perkemahan di mana para Pramuka duduk bersila dalam gelap malam hanya ditemani oleh nyala sebatang lilin.
Pada acara renungan malam ini Pembina mulai menggugah kesadaran diri dan menanamkan motivasi serta pembelajaran diri. Walaupun kemudian acara renungan malam ini kemudian berubah lagi menjadi sebuah "HYPNOTICAL BRAIN-WASH" yang dilakukan oleh Pramuka senior terhadap Pramuka junior yang baru bergabung, tapi renungan malam ini mampu mengisi hilangnya makna acara api unggun perkemahan.
Tulisan ini dan beberapa seri tulisan selanjutnya juga akan dinamakan sebagai Renungan Malam. Ada beberapa alasan untuk itu.
Pertama, tulisan ini adalah sebuah refleksi dari keadaan yang ada sekarang, dari perkembangan yang ada saat ini. Sebagai sebuah refleksi maka segala yang baik dan yang buruk akan ditampakkan dan memang terkadang memerahkan telinga. Namun karena ini adalah sebuah perenungan, maka apabila benar itu buruk maka itu adalah sebuah titik awal proses perbaikan. Apabila benar itu baik, maka itu adalah awal dari perjuangan selanjutnya. Apabila tidak benar itu buruk, maka itulah yang nampak, dan mungkin keburukan itu tidak kita sadari. Apabila tidak benar itu baik, maka itu adalah titik penyadaran, untuk segera memperbaiki sebelum terlambat.
Kedua, sebagai perenungan maka tulisan ini bukanlah sebuah kumpulan teori ilmiah. Sekali lagi ini adalah sebuah refleksi, cerminan. Cerminan kita sebagai Pramuka. Memang tulisan ini akan mengundang tanggapan, dan tanggapan itu adalah maksud dari tulisan ini sebagai perenungan kita bersama.
Ketiga, tulisan ini bersifat otokritik, mengkritik diri sendiri. Ini adalah bagian dari sebuah diskursus, bagian dari sebuah proses dialektik. Ada tesis -- keadaan yang kita anggap ada saat ini, ada anti-tesis -- kenyataan sebenarnya yang dapat berbeda sepenuhnya, dan ada sintesis -- kesimpulan kita dan juga rencana aksi kita.
Keempat, akan ada usulan dan ide-ide dalam tulisan ini. Tapi ide-ide ini adalah bagian dari sebuah sintesa. Apabila ada usulan atau ide yang baik maka ide ini mungkin dapat diterapkan. Tapi baik atau tidaknya, diterapkan atau tidaknya, bukanlah hal yang penting, karena usulan ini adalah satu bagian dari sebuah perjalanan perenungan. Mungkin Anda juga memiliki ide tersendiri dari perenungan Anda tersendiri.
Tulisan ini mengambil Gerakan Pramuka Pangkalan Universitas Airlangga hanya sebagai contoh, hanya karena saya berasal dari Pangkalan tersebut. Tidak adil membuat sebuah perenungan dengan mengambil pengalaman satu Pangkalan yang tidak pernah saya alami.
Silakan menanggapi, silakan membagi renungan Anda, karena apapun itu maka itu akan jadi bagian perenungan dari tulisan ini dan tulisan-tulisan selanjutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar